Harga Minyak melemah setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping yang menghasilkan kemajuan di beberapa isu, namun tidak menyentuh soal Minyak. Brent berada di bawah $65 per barel, sementara WTI mendekati $60. Trump mengatakan mereka membahas perang di Ukraina “cukup lama”, tetapi “tidak benar-benar membahas Minyak”.
Sebelum KTT, AS menjatuhkan sanksi pada produsen besar Rusia untuk menekan Moskow, dan Trump sempat berniat mendesak Beijing mengurangi impor Minyak dari Rusia. Namun hal itu tidak jadi agenda. Di Pasar, harga Minyak masih mengarah ke penurunan bulanan ketiga beruntun—terpanjang sejak kuartal III tahun lalu—karena sentimen pasokan berlebih.
Tekanan utama datang dari ekspektasi kenaikan pasokan OPEC+ dan produsen lain, yang dikhawatirkan membuat produksi melebihi permintaan. Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan surplus pada 2026 bisa mencetak rekor, meski Saudi Aramco menyuarakan nada yang lebih optimistis.
OPEC+ akan rapat pasokan pada 2 November. Menurut RBC Capital Markets, koalisi ini kemungkinan menaikkan kuota produksi secara bertahap sekitar 137.000 barel per hari untuk Desember. Westpac menilai pergerakan Brent masih “bergejolak”, dengan kisaran perdagangan kembali di $60–$65 dan berpotensi menembus di bawah $60.
Pada pukul 14.00 waktu Singapura, Brent kontrak Desember turun 0,6% ke $64,54 per barel, sementara WTI Desember melemah 0,5% ke $60,17. Pelaku Pasar kini menunggu keputusan OPEC+ dan tindak lanjut AS–Tiongkok, apakah cukup untuk menahan kekhawatiran kelebihan pasokan.(asd)
Sumber: Bloomberg
Minyak Turun Usai Trump–Xi: Ada Apa?
